Breaking News

Saat Wilayah Timur Suriah Berdiri Seperti Negara dalam Negara


Ekonomi wilayah Administrasi Otonom Suriah Timur Laut (AANES), yang menjadi basis utama pasukan SDF, dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan karena dianggap berada dalam tekanan berat. Namun sejumlah perkembangan terbaru menunjukkan bahwa wilayah itu tidak sepenuhnya menuju kolaps seperti yang sering digambarkan sebelumnya.

Meski tidak memiliki pengakuan internasional dan tidak memiliki sistem ekonomi negara yang mapan, AANES perlahan membangun integrasi ekonomi de facto dengan wilayah Kurdistan Irak (KRG). Jalur perdagangan Semalka–Fishkhabur menjadi urat nadi utama bagi suplai barang dan arus mata uang asing ke wilayah tersebut.

Para pengusaha dari Dahuk dan Erbil disebut telah mengelola ratusan usaha di kota-kota seperti Qamishli, Derik, dan al-Hasakah. Mereka menyediakan suplai makanan, material konstruksi, barang elektronik, hingga komoditas rumah tangga yang sangat dibutuhkan warga.

Hubungan ekonomi ini menciptakan ruang ekonomi tersendiri yang tidak sepenuhnya tunduk pada sanksi Damaskus maupun tekanan Turki. Selama perbatasan KRG tetap terbuka, SDF memiliki lifeline ekonomi yang sulit digantikan.

Salah satu unsur menarik adalah penggunaan mekanisme hawala modern, di mana kantor-kantor jasa keuangan Kurdi Irak menjalankan fungsi “bank tidak resmi” bagi AANES. Melalui sistem ini, arus dolar dan dinar Irak tetap mengalir meski AANES tidak memiliki bank formal.

Sejumlah sumber regional menyebutkan adanya bantuan teknokratis dari Yordania, terutama dalam pelatihan administrasi sipil, manajemen layanan publik, dan penguatan polisi sipil. Yordania melihat stabilitas wilayah timur Suriah sebagai kepentingan langsung bagi keamanan perbatasannya sendiri.

Bantuan tersebut membuat sebagian lembaga AANES lebih profesional, mengurangi ketergantungan pada struktur militer, dan secara bertahap membangun pola birokrasi yang lebih menyerupai institusi negara. Ini dianggap sebagai salah satu faktor yang menahan percepatan keruntuhan sektor pelayanan publik.

Salah satu faktor sosial terpenting adalah komposisi pasukan SDF yang kini diperkirakan 70 persen berasal dari komunitas Arab, terutama dari Raqqa, Manbij, dan Deir ez-Zor. Perubahan ini mencegah SDF menjadi entitas etnis sempit dan memperluas basis dukungan sosialnya.

Integrasi Arab–Kurdi di struktur militer dan pemerintahan lokal menciptakan stabilitas internal yang tidak dimiliki banyak faksi bersenjata lainnya di Suriah. Kerja sama ini juga menurunkan potensi konflik etnis dalam wilayah yang sangat heterogen tersebut.

Meski demikian, ekonomi AANES tetap bergantung pada pendapatan minyak yang dikendalikan di bawah perlindungan Amerika Serikat. AS menjaga beberapa instalasi minyak dan mengawasi transaksi agar tidak jatuh ke tangan ISIS maupun aktor-aktor regional yang dianggap berbahaya.

Selama AS mempertahankan posisinya, pendapatan minyak AANES masih bisa digunakan untuk membiayai gaji, keamanan lokal, dan subsidi layanan dasar. Keberadaan Amerika juga menjadi faktor utama yang menahan operasi militer Turki dalam skala luas.

Di sisi lain, Rusia memainkan peran tenang namun signifikan sebagai penyeimbang. Dengan menjaga kanal komunikasi dan beberapa pos militer kecil, Moskow menahan eskalasi antara Turki dan SDF, sekaligus mempertahankan ruang negosiasi antara AANES dan Damaskus.

Observasi lapangan menunjukkan bahwa Rusia tidak memberikan dukungan penuh, melainkan dukungan strategis minimal, cukup untuk memastikan wilayah itu tidak runtuh dan tetap bisa dinegosiasikan suatu hari nanti dalam kerangka politik Suriah yang lebih besar.

Dengan adanya AS di satu sisi dan Rusia di sisi lain, AANES berada dalam posisi unik sebagai wilayah yang dilindungi dua kekuatan dunia secara tidak langsung. Situasi ini menciptakan stabilitas yang tidak lazim di zona konflik.

Meski demikian, bukan berarti ekonomi wilayah itu kuat. AANES masih menghadapi defisit anggaran, keterbatasan investasi, infrastruktur rusak, serta layanan publik yang terganggu. Tanpa bank resmi, tanpa investor global, dan tanpa pengakuan internasional, pertumbuhan ekonomi tetap stagnan.

Namun jaringan eksternal — perdagangan dengan KRG, akses ke dolar melalui hawala, bantuan teknokratis Yordania, dukungan keamanan AS, dan payung penyeimbang Rusia — membuat wilayah itu tidak runtuh, meski tidak berkembang pesat.

Sejumlah analis menilai AANES kini menjadi contoh “quasi-state”, yaitu entitas semi-negara yang tidak diakui tetapi memiliki stabilitas internal cukup untuk bertahan dalam jangka menengah. Kondisinya mirip dengan wilayah-wilayah otonom non-negara lainnya di Timur Tengah.

Dalam skenario lima tahun ke depan, AANES diprediksi dapat bertahan selama jalur perdagangan ke KRG tetap terbuka dan AS tidak menarik seluruh pasukan. Integrasi ekonomi dengan Kurdistan Irak diperkirakan akan semakin dalam.

Sebaliknya, dalam skenario paling negatif — yaitu keluarnya AS, serangan besar Turki, atau penutupan perbatasan KRG — AANES bisa kehilangan 60–80 persen fondasi ekonominya. Namun skenario ini dianggap kecil dalam waktu dekat karena tidak menguntungkan pihak manapun.

Dengan demikian, realitas terbaru menunjukkan bahwa SDF dan AANES bukan berada pada hitungan mundur menuju kehancuran, melainkan dalam kondisi bertahan melalui jaringan regional dan dukungan internasional, meski tetap menghadapi masa depan yang rapuh dan penuh ketidakpastian.

Tidak ada komentar